LANDASAN TEORITIK MEDIA PEMBELAJARAN
Pemerolehan pengetahuan danketerampilan, perubahan-perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Breuner (1966:10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata ‘SIMPUL’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’ pada tingkatan kedua yang diberi label ionic (artimya gambar atau image), kata simpul dipelajari dari gambar, lukisan,foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya, pada tingkatan symbol, siswa membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokannya dengan ‘simpul’ pada image mental atau memcocokannya dengan pengalaman membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.
Pemerolehan pengetahuan danketerampilan, perubahan-perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Breuner (1966:10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata ‘SIMPUL’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’ pada tingkatan kedua yang diberi label ionic (artimya gambar atau image), kata simpul dipelajari dari gambar, lukisan,foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya, pada tingkatan symbol, siswa membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokannya dengan ‘simpul’ pada image mental atau memcocokannya dengan pengalaman membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.
Tingkatan pengalaman memperoleh hasil belajar
seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi
yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut pesan. Guru
sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam symbol-simbol tertentu
(encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan symbol-simbol tersebut
sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Cara pengelolaan pesan oleh guru
dan murid dapat digambarkan sebagai berikut :
Uraian tersebut memberikan petunju bahwa agar proses
belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk
memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan
(stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakain banyak alat
indera yang digunakan untuk menerima dan mengelola informasi semakin besar
kemungkinan informasi informasi tersebut dimengerti, siswa diharapkan akan
dapat menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disajikan.
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan
acuan sebagai ladasan teori pengunaan media dalam proses belajar adalah dale’s
cone of experience (kerucut pengalaman dale).
Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan
pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil
belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan
yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai
pada lambing verbal (abstrak). Semakin keatas di puncak kerucut semakin abstrak
media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut-urutan ini tidak berarti
proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari
pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan
mempertimbangkan situasi belajarnya.
Dasar pengembangan kerucut ini bukanlah tingkat
kesulitan melaikan tingkat keabstrakan-jumlah jenis indera yang turut serta
selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan
memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan
yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera
pengelihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan
learning by doing misalnya keikutsertaan dalam menyiapkan makanan, membuat
perabot rumah tangga, mengumpulkan perangko, melakukan percobaan
dilaboratorium, dan lain sebagainya. Yang semuanya itu member dampak langsung
terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, meketerampilan, dan sikap.
Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika
pesan itu dituangkan kedalam lambing-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika
pesan terkandung dalam lambing-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan
untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera
pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan
imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret
dan pengalaman abstrak dialami silih berganti, hasil belajar dari pengalaman
langsung mengubah dan meperluas jangkauan abstraksi seseorang dan sebaliknya,
kemampuan interprestasi lambing kata membantu seseorang untuk memahami
pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung (Arsyad,2010 :10-14).
Kerucut pengalaman ini merupakan salah satu gambaran yang dijadikan landasan teori dalam penggunaan media pembelajaran selain dari ketiga tahap pengalaman Bruner.
Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang dianggap paling abstrak.
Gagne menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsangnya untuk belajar,sementara itu Briggs
berpendapat bahwa media adalah
segala alat fisik yang 7 dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar(Arif S. Sadiman,2003:6).
Adapun media pengajaran menurut
Ibrahim danSyaodih diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.Dari
berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa media adalah segala
benda yang dapat menyalurkan pesan atau isi pelajaran sehingga dapat merangsang
siswa untuk belajar
Berdasarkan beberapa teori di atas
disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang digunakan pada proses
pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong terjadinya
proses belajar mengajar ketingkat yang lebih efektif dan efisien agar tujuan
pembelajaran tercapai. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa
syarat. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada siswa.
Selain itu media juga harus merangsang siswa mengingat apa yang sudah
dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan
mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong
siswa untuk melakukan praktik-praktik dengan benar.
Landasan Media Pembelajaran
1. Landasan Psikologis Media
Pembelajaran
Landasan psikologis penggunaan media
pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan
ditinjau dari kondisi pembelajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi.
Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya
ketrampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar.
Pengetahuan dan pengalaman itu diperoleh melalui pintu gerbang alat indera
pebelajar karena itu diperlukan rangsangan (menurut teori Behaviorisme) atau
informasi (menurut teori Kognitif), sehingga respons terhadap rangsangan atau
informasi yang telah diproses itulah hasil belajar diperoleh.
2. Landasan Historis Media Pembelajaran
Yang dimaksud dengan landasan
historis media pembelajaran ialah rational penggunaan media pembelajaran
ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran.
Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya
konsepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923. Yang
dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah
setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual
yang nyata kepada pebelajar.
3. Landasan Teknologis Media
Pembelajaran
Media pembelajaran sebagai bagian
dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan
masalah pembelajaran, yaitu:
a. Meningkatkan produktivitas pendidikan
b. Memberikan kemungkinan
pembelajaran yang sifatnya lebih individual
c. Memberikan dasar yang lebih
ilmiah terhadap pembelajaran
d. Lebih memantapkan
pembelajaran
e. Dengan media membuat proses
pembelajaran menjadi lebih langsung
f. Memungkinkan penyajian pembelajaran
lebih merata dan meluas
4. Landasan Empirik Media
Pembelajaran
Pebelajar yang memiliki gaya visual
akan lebih mendapat keuntungan dari penggunaan media visual, seperti film,
video, gambar atau diagram; sedangkan pebelajar yang memiliki gaya belajar
auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran
auditif, seperti rekaman, radio, atau ceramah guru.
Media Pembelajaran memiliki
beberapa landasan teoritis yang kuat dalam sistem pembelajaran, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Teori Psikologis Brurner
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahapyaitu:
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahapyaitu:
- Tahap pengalaman langsungmerupakan tahap individu berupa memahami lingkungan dengan beraktifitas.
- Tahap Pictoria, tahap individu melihat dunia melalui gambar dan menvisualisasi verbal.
- Tahap simbolik, tahap dimana individu mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya.
b. Teori Behavourism
Teori behavourisme atau teori tingkah laku ini menganggap bahwa segala kejadian dilingkungan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan pengalaman tertentu dalam dirinya, dan teori ini menganggap perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R(stimulus respon) yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap apa yang datang dari luar diri individu.
c. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Teori behavourisme atau teori tingkah laku ini menganggap bahwa segala kejadian dilingkungan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan pengalaman tertentu dalam dirinya, dan teori ini menganggap perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R(stimulus respon) yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap apa yang datang dari luar diri individu.
c. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Kerucut pengalaman ini merupakan salah satu gambaran yang dijadikan landasan teori dalam penggunaan media pembelajaran selain dari ketiga tahap pengalaman Bruner.
Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang dianggap paling abstrak.
DAFTAR PUSTAKA
- Arsyad,azhar . 2011. media pembelajaran . Jakarta : Rajawali Pers
- Arif S. Sadiman,2003. http://eprints.walisongo.ac.id/1657/4/093511013_Bab2.pdf
- Rayandra Asyhar, 2010. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada
- Usman,M. Basyiruddin_asnawir .2002. Media
Pengajaran . Jakarta : ciputat pers